Image tentang tattoo memang masih beraneka ragam. Terutama dari sudut pandang sosial dan agama. Terlepas dari pandangan sebagian masyarakat bahwa tattoo itu menyeramkan karena bersahabat dengan pelaku kriminal yang bangga memiliki body painting, bahkan haram sekalipun, ternyata bisnis tattoo cukup menjanjikan di kalangan pecinta seni dan keindahan. Tak terkecuali di kota Samarinda.
HAMPIR tak beda jauh dengan kota-kota besar lainnya, di kota Samarinda, bisnis tattoo lumayan menggeliat di tangan sejumlah pekerja seni. Pandangan mereka tegas, dengan berpegang pada prinsip asal tattoo itu sendiri yang berangkat dari nilai seni dan kecantikan atau simbol ritual, kepercayaan, ketimbang sebagai simbol kriminal.
“Awalnya, orang yang bertatttoo disebut sebagai pelaku kriminal karena ketika zaman Romawi, para tahanan dirajahin tubuh mereka agar mudah dikenal. Namun sekarang tidak lagi. Gambar-gambar yang tertoreh pada kulit pecinta seni itu telah menjadi trend di kalangan luas dimana tattoo dianggap sesuatu yang modis, trendi juga fashion,“ ungkap Soni Irawan (29) pakar pembuat tattoo yang sudah cukup dikenal di Samarinda.
Melihat sosok laki-laki beranak satu ini memang agak ekstrim. Dari kepala hingga kaki dipenuhi tattoo. Potongan rambutnyapun tidak lazim. Eksentrik memang. Tak heran jika dari tangannya telah lahir ribuan gambar tattoo yang digandrungi banyak kalangan. Bahkan karena hobi gilanya ini, Soni pernah harus menerima kenyataan di DO alias dikeluarkan dari sekolahnya.
”Waktu kelas dua STM Taman Siswa di Bandung saya dikeluarkan dari sekolah gara-gara suka mentattoo,” katanya. Namun kenyataan itu tak membuatnya berhenti melanjutkan hobi uniknya. Justru ia terus menekuni bahkan menjadikannya pekerjaan tetap. Alhasil, profesinya itu kini bisa mendatangkan rezeki yang lumayan.
Awalnya, saat masih sekolah Soni mentattoo teman-temannya dengan bayaran yang kecil. Ia sempat bekerja di sebuah studio tattoo di Bandung selama 4 tahun, hingga berhasil mengumpulkan modal untuk buka studio sendiri. Tak puas hanya berpijak di kota asalnya Sonipun mengembangkan usahanya di Bali selama setahun hingga ia menemukan Samarinda sebagai potensi menggiurkan untuk bisnis langkanya ini.
”Saya melihat Samarinda sebagai potensi yang bagus. Lihat saja suku Dayak dengan seni tattoonya yang luar biasa,” lanjutnya. Di Mentawai, seorang perempuan muda akan makin cantik jika memiliki banyak tattoo dimana laki-laki makin mengagumi karena mareka memiliki banyak body painting.
Berbeda dengan suku Dayak, bila laki-laki ditattoo lengannya, ia dianggap memiliki keberanian yang luar biasa. Terlepas dari keragaman pandangan tentang tattoo, kini banyak yang menganggap tattoo asyik dan nyeni kalau garapannya bagus. Bahkan bisa menyamarkan bekas luka di kulit alias codet yang dianggap merusak pemandangan.
Apalagi di toreh pada bagian tubuh yang agak terlarang. Tak sedikit wanita mulai ABG hingga ibu-ibu menggandrungi tattoo.
Dari hasil kreatifitas tinggi tangan Soni telah melahirkan gambar-gambar unik dan cantik di banyak tubuh wanita.
”Saya makin pede dengan tattoo. Warnanya bagus dan bisa menyamarkan bekas luka di kaki saya. Kini saya sudah tidak kuatir dengan penampilan saya lagi dibanding sebelum bertattoo dulu,” ungkap Aimy (38) wanita keturunan, salah seorang pelanggan Soni.
indah.. |
Berbeda dengan pengakuan Mida Ferdina (25) wanita cantik asal Bandung yang akhirnya dipersunting juru tattoo gara-gara suka ditattoo yang tak lain adalah istri Soni.
”Saya merasa lebih trendi dan modis aja dengan tattoo. Awalnya coba-coba tapi lama-lama nagih juga sampai dinikahin pembuat tattoonya,” ungkap Mida sambil tertawa renyah. Iapun menunjukkan tattoo di punggung dengan gambar sayap yang nyaris memenuhi kulit mulusnya.
Untuk perlengkapan tattoo sendiri terutama tintanya Soni sengaja membeli dari luar negeri yaitu Jepang dan Kanada seharga Rp 400.000 per botol kecil dengan aroma buah. Sedangkan alat-alat tattoo sebagian ia buat sendiri, ada yang berharga Rp 2.500.000. Dalam penggunaan jarum, Soni sangat hati-hati dan sensitif. Demi keamanan dan kenyamanan pelanggan, jarum maupun tinta harus sekali pakai.
”Tinta yang saya gunakan sangat aman untuk kulit karena dari bahan organik dan tidak mengandung unsur kimia. Dari keluaran warnanyapun lebih terang dan variatif,” ungkap Soni yang 80 persen pelanggannya adalah warga keturunan dan 30 persen adalah wanita.
Biaya pembuatan tattoo menurut Soni tergantung dari besar kecilnya ukuran gambar yang hendak di toreh. Semakin besar gambar, satuan harga semakin murah. Namun ia mematok Rp 5000/cm untuk pemesanan di bawah 10 cm.
Disinggung mengenai budaya tattoo dan alkohol, Soni menegaskan justru disaat ingin membuat tattoo, si pelanggan harus bebas alkohol maupun pengaruh obat-obatan lain. Mereka harus dalam kondisi sehat, cukup makan dan istirahat. Bahkan Soni sangat berhati-hati memilih pelanggan, bagi peminat yang usianya di bawah 17 tahun, harus seijin orang tua. Nah! Siapa yang berminat melukisi kulit baik permanen maupun non permanen langsung saja kontek Soni yang kini tinggal di Jl Juanda 8 No 77, Samarinda atau langsung ke ponselnya, 085250984445.
sumber: bongkar.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar